LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK KULTUR JARINGAN
SUB KULTUR TUNAS KE MEDIA PERAKARAN
( TANAMAN NILAM )



Disusun oleh :
Hanifah Izzati P        (J3G114044)



PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI INDUSTRI BENIH
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nilam (Pogostemon sp.), termasuk familia Labiatae dan umumnya dikenal dengan nama patchouli, tumbuh berupa semak setinggi kurang lebih 1 m, baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Di Indonesia dikenal 3 jenis nilam, yaitu P. cablin disebut Nilam Aceh, P. heyneanus disebut Nilam Jawa, dan P. hortensis  disebut Nilam Sabun. Tanaman nilam merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang segi empat. Tanaman ini berpotensi dalam menghasilkan bahan perindutrian, sehingga banyak orang yang membudidayakannya. Namun, tak mudah mengembangkan budidaya tanaman ini.
Salah satu kendala dalam budidaya nilam adalah serangan Organisme Pengganggu tanaman (OPT) yang dapat menurunkan hasil secara signifikan. Tiga varietas unggul nilam (Sidikalang, Lhokseumawe, dan Tapak Tuan) asal PPBS Bogor dilaporkan telah terinfeksi oleh penyakit mosaik yang disebabkan oleh virus golongan potyvirus (Noveriza et al. 2009). Oleh karena itu, perlu diupayakan teknik perbanyakan tanaman yang dapat menghasilkan tanaman bebas virus. Salah satu teknik yang dapat dilakukan adalah kultur apikal meristem dan perlakuan air panas pada bahan stek.
Selain serangan OPT, kendala lain yang dihadapi dalam budidaya tanaman nilam adalah penyediaan benih. Secara konvensional, penyediaan benih belum dapat mencukupi kebutuhan. Untuk mengatasinya, dapat dilakukan dengan teknik kultur jaringan. Perbanyakan benih secara kultur jaringan adalah perbanyakan di atas media dengan nutrisi yang cukup dalam kondisi yang aseptik (bebas dari mikroba). Perbanyakan nilam dengan kultur jaringan ini sangat efektif dan efisien, karena dapat meminimalisir penyakit (bebas dari mikroba/virus), dalam jumlah besar dan seragam.


Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahsiswa dapat melakukan penginduksian akar pada tunas mikro untuk mendapatkan planlet.

TINJAUAN PUSTAKA
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Pada dekade 1970-an banyak sekali penelitian yang dipublikasikan tentang perbanyakan tanaman melalui kultur pucuk, dan mulai digunakan untuk tujuan komersial.
Ada beberapa faktor penyebab digunakannya kultur pucuk adalah : metode kultur pucuk dapat diterapkan pada berbagai jenis tanaman dengan memakai prinsip yang sama memungkinkan untuk mengontrol tunas yang dihasilkan bebas virus tanaman yang dihasilkan secara genetik seragam dan ”true to type” pada banyak tanaman, laju perbanyakannya lebih tinggi 
Keberhasilan kultur jaringan sangat ditentukan oleh media yang digunakan. Media kultur jaringan harus mengandung bahan-bahan penting, yaitu garam-garam anorganik, senyawa senyawa organik, dan persenyawaan organik komplek. Garam-garam anorganik menyediakan unsur-unsur hara makro (N,P,K,Ca,Mg, dan S) dan unsur mikro (Fe,Mn,Zn,B,Cu, dan Co). Senyawa organik yang sering ditambahkan adalah vitamin, zat pengatur tumbuh, dan senyawa organik alami seperti sari buah tomat, sari buah jeruk, air kelapa dan sari buah pisang (Livy Winata Gunawan, 1988).
Dalam kultur jaringan dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis
dalam kultur sel, jaringan dan organ. Penggunaan BAP 0.5 ppm yang dikombinasikan dengan NAA 0.1 ppm, menghasilkan jumlah tunas per kultur tertinggi (15.7 buah) pada eksplan ”shoot tip” Ixora fulgens Roxb. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam medium dan yang diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur. 


Keberhasilan kultur jaringan  dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh tanaman, nutrisi, dan sumber eksplan yang digunakan  serta lingkungan fisik kultur jaringan tersebut. Regulasi organogenesis dan metabolisme sekunder lebih bergantung pada hara mineral.  Faktor bahan tanaman yang turut menentukan keberhasilan kultur jaringan antara lain genotipe tanaman, umur eksplan, status fisiologi, ukuran eksplan dan sumber eksplan.
Pada tanaman herba, eksplan diambil baik dari pucuk apikal maupun lateral yang mengambil jaringan meristematik namun sering kali digunakan mata tunas yang diharapkan akan berkembang membentuk daun dan batang sempurna. Bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah tunas lateral atau terminal yang panjangnya kurang lebih 20 mm.  Pengaruh dominansi apikal dapat dihilangkan dengan menambahkan zat pengatur tumbuh (terutama sitokinin) kedalam medium. Sebagai hasilnya adalah tunas dengan jumlah cabang  yang banyak.

METODOLOGI KERJA
Tempat dan Waktu
Laboratorium Kuljar pada pukul 13:00 s/d selesai
Alat dan Bahan

   Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah botol kultur, pinset, gunting, pinset dental,  dan bunsen. Bahan yang digunakan meliputi: media MS + 1 ppm IBA, alkohol 70%, dan tisu.

Komposisi Media: MS + 1 ppm IBA

Tabel 1 Komposisi Laruran Sesuai Kebutuhan
No
Larutan
1000 ml
250 ml
1
Makro
20
5
2
Mikro A
10
2.5
3
Mikro B
1
0.25
4
Ca
10
2.5
5
Fe
10
2.5
6
Vitamin
10
2.5
7
Myo
10
2.5
8
1 ppm IBA
10
2.5
9
Sukrosa
30 g
7.5 g
10
Agar
8 g
2 g

Metode Kerja

Hal pertama yang dilakukan dalam  subkultur adalah menyiapkan alat dan bahan. Sebelum menanam alangkah baiknya membersihkan ruang tanam (laminar) menggunakan alkohol 70% dan memastikan bahwa tangan sudah bersih. Setelah itu memasukkan alat dan bahan tanam seperti gunting, pinset, petris, bunsen, ekplan, media, dan alkohol kedalam laminar.  Semprot terlebih dahulu setiap alat ataupun bahan yang akan masuk ke dalam laminar.



Setelah alat dan bahan tersedia, subkultur mulai dilakukan. Pertama, memotong tunas sampai pangkal batang. Kemudian meletakkan tunas di dalam cawan petri yang steril dan tertutup. Buka sedikit cawan petri yang tertutup dan potong tunas menjadi ukuran sekitar 5 cm. Tanam tunas di media perakaran. Satu botol berisi 3 tunas. Memberikan label nama tanaman dan tanggal tanam pada masing-masing botol. Simpan di dalam ruang penyimpanan kultur. Pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali dengan parameter pengamatan: jumlah eksplan steril, saat muncul akar, jumlah tunas per eksplan, jumlah akar per eksplan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil

Berikut adalah tabel pengamatan nilam pada media pengakaran.

minggu
∑ eksplan steril
∑ tunas/ eksplan
∑ daun /eksplan
∑ akar/ eksplan
∑ buku/ eksplan
1
3
2
3
2.33
1
3
3
3.67
2.33
4
TERKONTAMINASI

Pembahasan

Saat melakukan subkultur tunas nilam ke media perakaran, didapat sebanyak 10 botol. Pada minggu pertama pengamatan terdapat 9 botol yang telah terkontaminasi, dan 1 botol yang masih steril. Pada minggu ke 2 dan 3 botol yang tersisa masih dalam keaadan steril dan mulai memperlihatkan adanya pertumbuhan, seperti munculnya akar dan tunas. Namun di minggu ke-4 botol yang steril tersebut terkontaminasi, sehingga botol yang steril berisi tanaman habis.Botol yang berisi tanaman terkontaminasi oleh cendawan. Ciri-ciri dari cendawan tersebut adalah bewarna hitam, memiliki hifa. Diduga cendawan tersebut bernama Mucor sp.
Ciri morfologi koloni: hifa seperti benang putih; bagian tertentu tampak sporangium dan sporangiofor berupa titik-titik hitam seperti jarum pentul. Ciri mikroskopis: hifa tanpa sekat, terdapat sporangium dan sporangiospora.
Mucor sp. termasuk kedalam subdivisi Zygomycotina. Semangun (1996) mengatakan bahwa, subdivisi  Zygomycotina mempunyai satu kelas, yaitu Zygomycetes, yang meliputi bangsa Mucorales. Pada umumnya angota-angota bangsa Mucorales dianggap sebagai saprofit. Memang untuk tumbuhan-tumbuhan hidup jamur-jamur ini kurang berarti. Tetapi marga dari Mucorales, seperti Mucor dan Rhizopus adalah kapang yang memegang peran penting sebagai perusak hasil-hasil pertanian selama diangkut atau disimpan.
Cendawan dapat tumbuh karena banyak penyebab. Menurut Livy (1988), sumber kontaminasi dapat berasal dari eksplan tumbuhan, organisme kecil yang masuk ke dalam  media, alat yang tidak sterildan lingkungan kerja yang kotor. Sehingga harus dilakukan sterislisasi ingkungan kerja, alat-alat, media dan bahan tanaman.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah:  pada minggu pertama tanaman yang terkontaminasi sebanyak 9 botol. Pada minggu ke 4 botol yang berisi eksplan steril terkontaminasi oleh cendawan. Cendawan yang mengontaminasi tanaman mint adalah Mucor sp. Sumber kontaminasi dapat berasal dari eksplan tumbuhan, organisme kecil yang masuk ke dalam  media, alat yang tidak sterildan lingkungan kerja yang kotor.

Saran

Saran yang dapat diberikan untuk praktikum ini adalah: sebaiknya dalam melakukan peng-subkulturan dilakukan dengan steril. Tangan harus disterilkan dengan alkohol terlebih dahulu sebelum menanam. Ketika pengamatan dan penanaman tidak melakukan pembicaraan yang banyak agar  kontaminan dari mulut tidak berkembang pada tanaman.


DAFTAR PUSTAKA


Livy, WG. 1988. Tenik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laboratorium Kultur Jaringan PAU Bioteknologi IPB. Bogor.
Noveriza, R., G. Suastika, S.H. Hidayat and U. Kartosuwondo. 2009. Detection of a Potyvirus Causing Mosaic Disease on Patchouli Plants in West Java. Seminar dan Kongres Perhimpunan Fitopatologi Indonesia XX Makasar, 2009. Unpublish
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Susilowati, A. Listyawati, S. 2001. Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme Sumber Kontaminasi Kultur In vitro di Sub-Lab. Biologi Laboratorium  MIPA Pusat UNS. Vol 2(1): 110:114. Diakses tanggal 20 Desember 2015.




Komentar

Postingan Populer