PENGARUH MINYAK DAN ABU SEKAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
 Callosobruchus chinensis




Disusun oleh:
        Kelompok 4 ( Praktikum 1)
Hanifah Izzati           (J3G114044)
M.Agi Iqbal               (J3G114048)
M. Alqamah               (J3G114052)
Aghnia Fauziani        (J3G214048)
Farhan Mahardika   (J3G214056)
Aina Aitunisya           (J3G214059)




PROGAM KEAHLIAN TEKNOLOGI INDUSTRI BENIH PROGAM DIPLOMA
 INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

LATAR BELAKANG
Kacang hijau (Vigna radiata) merupakan salah satu komoditas yang dikenal luas oleh masyarakat sebagai sumber pangan. Kacang hijau banyak digunakan sebagai konsumsi dan budidaya sehingga kacang hijau mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi dalam kelompok kacang-kacangan di Indonesia. Produksi kacang hijau di Indonesia masih sangat rendah yaitu rata-rata hanya 400 kg biji per hektar. Salah satu penyebab rendahnya hasil tersebut karena serangan hama dan penyakit. Menurut Suprapto dan Sutarman 1992 kerusakan oleh hama dan penyakit tidak terbatas pada tanaman yang dilapangan tetapi  juga hasil yang telah disimpan dan dipanen.
Hama pasca panen yang sering menimbulkan kerusakan pada kacang hijau, baik yang digunakan untuk konsumsi maupun benih adalah serangga Callosobruchus sp.(Coleoptera:Bruchidae). Kerusakan yang ditumbulkan serangga tersebut hampir 70 persen. Oleh karena itu, akibat persentase kerusakan hama Callosobrochus yang cukup tinggi maka perlu dilakukan pengendalian. Tindakan ini diperlukan untuk menjaga agar tingkat keruskan tetap berada dibawah ambang ekonomi.
Salah satu pengendalian  yang dilakukan adalah dengan pengendalian hama terpadu (PHT). Salah satu komponen PHT adalah pengendalian hayati (biological control) yang merupakan salah satu alternatif pengendalian hama yang dapat memelihara lingkungan secara alami. Penelitian terlebih dahulu melakukan pemberian abu gosok dan minyak nabati pada permukaan benih yang diduga dapat mengurangi berkembangbiaknya hama Callosobrochus sp pada benih kacang hijau. Teknik pengendalian ini memiliki kelebihan tidak yaitu tidak memerlukan alat khusus, tidak beracun, mudah dilakukan, dan tidak mempengaruhi kualitas biji-bijan. Sedangkan kekurangannya adalah hanya dapat diaplikasikan pada biji-bijan tertentu saja, dan perlu waktu relative lama. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan abu gosok dan minyak nabati pada biji kacang hijau terhadap serangan hama gudang Callosobrochus sp dalam pertumbuhan stadium larva , pupa dan imago.

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Hidup Callosobruchus sp.
Menurut Kalshoven (1987), Callosobruchus sp. diklasifikasikan  sebagai Kingdom Animalia, Filum Arthropoda, Kelas Insekta, Ordo Coleoptera, Famili Bruchidae, Genus Callosobruchus, dan Species Callosobruchus chinensis L.
Kumbang ini menyerang kacang-kacangan yang dapat ditemukan pada berbagai tempat.(Kalshoven, 1987).

Telur
Telur diletakkan pada permukaan biji, biasanya pada satu biji hanya  diletakkan satu telur. Telur berwarna keputih-putihan. Jumlah telur yang  diletakkan seekor kumbang betina berkisar antara 50-150 butir (Sudarmo, 1991). Telur berbentuk jorong dengan panjang rata-rata 0,57 mm, berbentuk cembung pada bagian dorsal serta rata pada bagian yang melekat dengan biji. Dapat dilihat pada Gambar 1 telur Callosobruchus sp.
Figure-2-a-b






                        Gambar 1 terlur Callosobruchus sp.

Larva 
Larva yang baru menetas akan terus menggerek dengan cara memakan kulit telur yang menempel pada biji dan kulit biji dan masuk ke dalam kotiledon. Larva hidup dengan cara memakan dan menggerek kulit biji (Bato dan Sanches, 1998). Larva berkembang sepenuhnya di dalam satu butir biji, membentuk satu lubang keluar persis di bawah kulit biji, berupa semacam jendela bulat yang terlihat dari luar, tetap tinggal di dalam biji sampai menjadi imago. Stadia larva berlangsung selama 10-13 hari. Dapat dilihat pada Gambar 2 larva Callosobruchus sp.
Figure-2-a-b





                                          Gambar 2 larva Callosobruchus sp.


Pupa
Larva instar keempat telah memakan isi biji dekat di bawah kulit biji,  maka akhirnya larva menjadi pupa dan tetap berada pada tempat tersebut sampai menjadi dewasa (Mangoendihardjo, 1997). Pupa berwarna putih kekuningan. Stadia pupa berkisar antara 4-6 hari.  Dapat dilihat pada Gambar 3 pupa Callosobruchus sp.
Figure-2c-d




                                           Gambar 3 pupa Callosobruchus sp
Imago
Callosobruchus sp.yang baru dewasa beberapa hari tetap berada dalam biji kacang hijau, lalu selama 2-3 hari keluar dari biji tersebut dengan cara mendorong kulit biji yang digores dengan mandibelnya sehingga terlepas dan terbentuklah lubang (Greaves et al, 1998). Imagonya berukuran 5 mm panjangnya dan berbentuk bulat telur, cembung pada bagian dorsal. Panjang tubuh kumbang jantan antara 2.40 -3 mm, sedangkan betina 2,76-3,48 mm. Antena kumbang jantan bertipe sisir (pectinate) dan betina  bertipe gergaji (serrate). Stadia imago antara 25-34 hari. Dapat dilihat pada Gambar 4 Imago Callosobruchus sp
Figure-2c-d (1)






                                       Gambar 4 Imago Callosobruchus sp

Kerusakan yang disebabkan Callosobrochus sp.
images (35)







Gambar 5 Kerusakan yang disebabkan Callosobrochus sp
Callosobruchus sp. merupakan salah satu hama yang menyerang kacang hijau sejak dari lapangan sampai ketempat penyimpanan. Gejala serangan pertama pada kacang hijau tampak bintik-bintik putih, setelah itu kacang hijau menjadi berlubang-lubang akibat gerekan larva dan imago dan dari lubang itu keluar tepung (Slamet, 1997). Kerugian yang ditimbulkan hama ini mencapai 96%. Hama ini memakan kacang-kacangan khususnya kacang hijau mulai dari merusak biji, memakannya hingga tinggal bubuknya saja, akibatnya kacang hijau tidak dapat lagi digunakan untuk benih maupun untuk dikonsumsi.

Pengendalian hama Callosobrochus chinensis.
            Salah satu alternatif pengendalian hama gudang Callosobrochus chinensis dengan menerapkan pengendalian hama terpadu (PHT). Salah satu komponen PHT adalah pengendalian hayati (biological control) yang merupakan salah satu pengendalian hama yang dapat memelihara lingkungan secara alami. Teknik penggunaan debu lembab pada awalnya menggunakan abu gosok pasir dan tanah lempung untuk melindungi biji-bijian ditempat penyimpanan. Debu lembab dapat merusak struktur kulit (kutikula serangga) sehingga terjadi penguapan air dari tubuh serangga dan akhirnya mati.(Hidayat 2006).
 Teknik lainya yaitu menggunakan insektisida botani. Insektisida botani biasanya diperoleh melalui metode ekstraksi untuk mendapatkan senyawa senyawa aktif alami yang dapat menekan populasi hama. Beberapa cara untuk mendapatkan senyawa tumbuhan telah dilakukan, salah satunya melalui metode destilasi yang produk akhirnya berupa minyak nabati. Minyak nabati dapat meracuni Callosbruchus sp. dengang cara seperti menutupi seluruh permukaan telur sehingga respirasinya terganggu atau meresap kedalam telur dan meracuni tersebut.Pada biji yang belum diletaki telur maka dengan adanya lapisan minyak di permukaan biji membuat biji tersebut licin sehingga sulit diletaki telur.Pada imago, minyak juga dapat menghalangi respirasi karena menutupi spirakel.

BAHAN DAN METODE


Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilakukan di laboraturium CA BIO 1, Fakultas Diploma, Progam keahlian Teknologi Industri Benih, Institut Pertanian Bogor, dimulai pada tanggal 8 November 2015 dan dilakukan pengamatan pada tanggal 16 Desember 2015 setelah diinkubasi selama lima minggu.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan meliputi scalpel, nampan, aspirator, timbangan digital, dan gunting. Sedangkan bahan yang digunakan meliputi hama Callosobruchus sp, benih kacang hijau, gelas plastik dan tutup (diameter 40 mm), minyak goring 1%, abu gosok 1%, seller, dan air.

Metodelogi
Percobaan ini dilakukaan dengan mebandingkan dua jenis bahan pengendalian hama berupa minyak goreng , abu gosok dan kontrol (tanpa perlakuan). Hal yang pertama dilakukan adalah menyiapakan alat dan bahan yang akan digunakan. Percobaan ini diikuti oleh lima kelompok praktikum sehingga untuk mempermudah pelaksanaan percobaan ini, benih kacang hijau ditimbang secara bersamaan. Bedakan antara benih yang digunakan untuk perlakuan minyak goreng dan abu gosok. Setelah ditimbang benih diberi perlakuan tersebut dengan konsentrasi 1% yang menyesuaikan berat benih yang digunakan. Setelah itu, benih diaduk dengan mengocok kacang tersebut beberapa saat agar perlakuan yang diberikan merata pada benih. Masing-masing kelompok menimbang benih dengan perlakuan minyak goreng, abu gosok, dan control sebanyak 20 gram lalu taruh didalam wadah plastik bertutup. Masukan 5 pasang imago Callosobruchus sp. kedalam wadah kemudian ditutup. Tutup wadah ini sebelumnya telah diberi lubang ventilasi dengan kasa atau membuat lubang-lubang dengan jarum. Lalu rekatkan selotip dibagian tutup agar tutup menjadi rapat tujuanya agar hama tidak mudah kabur dan kemasan terjaga dengan baik pada saat penyimpanan. Setelah itu tempatkan seluruh wadah plastik ditempat yang teduh dan hindarkan dari gangguan semut. Amati tingkat populasi antar perlakuan tersebut setelah 4 minggu pengamatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Dari data pengamatan kelas hasil percobaan pengaruh penggunaan abu gosok dan minyak gorengterhadap populasi serangga pada kacang hijau dapat dilihat sangat signifikan.
Tabel 1 Perlakuan kontrol terhadap hama Callosobruchus sp
Unit pengamatan
Kontrol
Telur
Larva
Pupa
Imago
Total
1
583
4
2
34
623
2
52
0
0
12
64
3
717
0
0
40
757
4
491
3
0
68
56
5
576
2
3
31
612
Rata-rata
484
4.5
2.5
37
422

Tabel 2 Pengaruh pemberian minyak goreng terhadap hama Callosobruchus sp.
Unit pengamatan
Minyak goreng 1%
Telur
Larva
Pupa
Imago
Total
1
0
0
0
10
10
2
23
0
0
10
33
3
0
0
0
13
13
4
4
0
0
8
12
5
0
0
0
0
0
Rata-rata
13.5
0
0
10.3
17

Tabel 3 Pengaruh pemberian abu gosok terhadap hama Callosobruchus sp.
Unit pengamatan
Abu gosok 1%
Telur
Larva
Pupa
Imago
Total
1
0
0
0
9
9
2
76
9
0
15
13
3
41
2
1
19
63
4
0
0
0
18
18
5
0
0
0
0
0
Rata-rata
58.5
5.5
1
17.3
25.8



Pembahasan

Perbandingan pengendalian hama Callosobruchus sp. dengan pemberian abu gosok dan minyak goreng
Berdasarkan data kelas hasil pengamatan didapatkan bahwa pada Tabel 1 perlakuan kontrol pada serangga Callosobruchus sp berkembang biak sangat pesat dengan rata-rata jumlah imago sebanyak 37 ekor dan rata-rata telur yang mencapai ratusan yaitu sebanyak 484 butir. Perkembangan tersebut terjadi akibat tersedianya kandungan gizi dari kacang hijau berupa protein, karbohidrat, lemak dan vitamim dan Callosobruchus sp merupakan hama primer dimana hama ini sangat menyukai atau akan menyerang pada bahan pangan yang masih utuh (Harahap 2006). Dengan adanya perlakuan kontorol atau yang tidak diberi tambahan apapupun sebagai penghambat pertumbuhan hama tersebut maka dapat membandingkan perlakuan benih yang diberi perlakuan abu gosok dan minyak goreng.
Penggunaan minyak goreng dengan konsetrasi 1% sangat efektif dalam mengendalikan populasi hama Callosobruchus sp. Hal ini terlihat dari Tabel 2 yaitu jumlah rata-rata imago hanya 10 ekor, sedangkan pada stadium larva dan pupa tidak ditemukan sama sekali. Penggunaan minyak goreng sebagai alternatif pengendalian serangan hama Callosobruchus sp sangat efektif. Hal ini diduga karena minyak goreng mengandung 
senyawa-senyawa kimia yang bersifat toksik terhadap hama tersebut. Senyawa- senyawa Trigliserida banyak terkandung dalam minyak goreng yang bisa meracuni hama dalam stadium larva dan imago dimana pada stadium ini hama aktif memakan kacang hijau. Minyak goreng bersifat melicinkan permukaaan biji kacang hijau sehingga menyulitkan imago untuk meletakkan telur dipermukaan biji dan  mengakibatkan rendahnya populai dari hama tersebut. Serangga Callosobruchus sp menyukai permukaan biji-bijian yang halus untuk meletakkan telurnya. Kandungan  kimia yang terdapat pada minyak goreng memiliki daya toksisitas yang tinggi sehingga imago tidak dapat bertahan hidup/siklus hidup lebih singkat dan menyebabkan  kematian imago sebelum sempat bertelur.
Namun pada percobaan ini masih ditemukan telur pada permukaan benih dan penambahan imago pada beberapa kelompok. Hal tersebut dapat diduga bahwa apabila ada telur pada permukaan benih, dapat dikatakan bahwa pada kondisi awal imago betina sudah siap membiaki telurnya atau imago yang berpasangan sudah sempat melakukan perkembangbiaka. Karena adanya perlakuan minyak goreng pada permukaan benih tersebut, telur tidak dapat berevolusi menjadi imago karena tidak adanya cadangan makanan dan kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Sedangkan apabila ada imago yang bertambah dapat dikatakan bahwa pemberian serangga awal percobaan yang tidak teliti atau ketahanan imago pada dirinya sendiri.
Dari Tabel 3 didapatkan bahwa penggunaan abu gosok pada konsentrasi 1%  juga efektif dalam mengendalikan hama Callosobruchus sp. namun dari kedua perlakuan pengendalian terhadap serangga hama tersebut pada komoditas kacang  hijau, penggunaan minyak goreng lebih efektif menghambat perkembangan populasi  hama dibandingkan dengan penggunaan abu sekam. Dilihat dari rata-rata imago yang jumlahnya lebih besar yaitu sebanyak 17 ekor dan rata-rata telur sebanyak 53 butir dan masih ditemukan larva dan pupa pada percobaan ini. Artinya konsetrasi abu gosok 1% kurang efektif dalam melumpuhkan hama Callosobruchus sp. Pemakaian abu gosok sebagai salah satu perlakuan untuk pengendalian hama Callosobruchus sp seharusnya cukup efektif karena abu sekam mengandung silika yang cukup tinggi ± 35 % yang dapat menyebabkan gesekan (abrasif) pada tubuh serangga sehingga serangga terluka dan mengakibatkan dehidrasi yang akhirnya menyebabkan kematian.
Nilai yang berfluktuasi pada pemakaian abu gosok menunjukan bahwa konsentrasi yang digunakan kurang efektif dan ditambah oleh adanya faktor-faktor ketidak seragaman pada serangga yang di uji. Kemungkinan dengan konsentrasi yang lebih 
tinggi didapatkan mortalitas yang tinggi pada populasi hama Callosobruchus sp.

Kerusakan biji akibat serangan Callosobruchus sp.
Penilaian kerusakan selama penyimpanan 30 hari merupakan kerusakan yang  ditimbulkan dalam satu siklus hidup serangga. Perkembangan atau pertumbuhan  serangga diharapkan dapat berjalan secara optimal mengingat jumlah pakan tersedia  dengan cukup dan lingkungan berupa kelembaban dan temperatur sesuai dengan yang 
diinginkan serangga. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat hama gudang Callosobruchus sp. memberikan  pengaruh kerusakan yang sangat nyata terhadap biji kacang hijau yang disimpan. Kerusakan dapat terlihat dari jumlah biji yang telah berlubang sehingga kandungan gizi dari kacang hijau berupa protein, karbohidrat, lemak dan vitamain telah berkurang bahkan habis. Callosobruchus sp. merupakan hama primer dimana hama ini sangat  menyukai atau akan menyerang pada bahan pangan yang masih utuh (Harahap, I,  2006). Telur diletakan pada permukaan biji dan selanjutnya telur akan mengalami perubahan menjadi larva, pupa dan imago. Stadium Larva merupakan stadium yang akan merusak atau memakan endosperm dalam biji hingga secara visual biji akanberlubang (Tauthong dan Wanleelag, 1978). Tingkat kerusakan bahan pangan yang disimpan mempunyai korelasi positif terhadap populasi serangga yang dijumpai dalam tempat penyimpanan. Semakin tinggi kerusakan bahan pangan maka semakin tinggi  pula jumlah serangga yang ditemukan (Purwanto et al, 1999). 
Biji kacang hijau yang belum berlubang umumnya terdapat warna bintik-bintik  kuning yang merupakan telur dari Callosobruchus sp Secara organoleptik melalui visualjelas biji tersebut tidak menarik untuk dikonsumsi. Setelah dilakukan pembelahan biji  yang telah diselimuti oleh telur umumnya ditemukan larva serangga. Telur yang baru  diletakan berwarna keputih-putihan (Kalshoven, 1981). Selanjutnya warna putih berubah menjadi kekuning-kuningan dan ada bintik hitam di salah satu ujungnya. Titik  hitam tersebut akhirnya terlihat jelas merupakan kepala larva apabila telur hampir  menetas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kerugian yang ditimbulkan  akibat serangan dalam bentuk fisik yaitu kehilangan atau penurunan bobot (berat).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Penggunaan minyak goreng mempunyai kemampuan lebih efektif pada  pengendalian hama Callosobruchus sp pada penyimpanan kacang hijau dibandingkan dengan penggunaan abu gosok.
2. Dosis 1 % minyak goreng mampu mengendalikan hama Callosobruchus sp dengan 
indikator tidak ditemukan stadium larva dan pupa serta ditemukan imago hanya 13 ekor. 
3. Dosis 1% abu gosok kurang efektif mengendalikan hama Callosobruchus sp karena masih banyak imago dan telur yang lebih banyak dari pada penggunaan minyak goreng tersebut.

Saran 
Percobaan ini belum banyak menguji konsenterasi minyak dan abu gosok yang beragam karena dilakukan dalam  skala praktikum laboratorium. Agar dapat memberikan manfaat pada pengguna maka  diperlukan percobaan yang lebih banyak konsentrasinya agar dapat membandingkannya secara lebih efektif.

DAFTAR PUSTAKA


Harahap I. S., 1993. Penuntun Praktikum Ilmu Hama Gudang ( Kunci Identifikasi Hama  Gudang). Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Harahap I. S. 2005. Hama Primer dan Sekunder (Kuliah 2). Institut Pertanian Bogor. 
Hidayat, P. 2006 Munuju Penghapusan Penggunaan Metil Bromida Di Pergudangan Di  Indonesia. Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Kalshoven LGE. 1981. Pest of Crop in Indonesia. PA van der Laan, penerjemah. Jakarta, Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.
Saputro B., 2005 Mortalitas dan Penghambatan Aktivitas Peneluran
Suprapto HS. Dan Sutarman T., 1982. Bertanam Kacang Hijau, Jakarta : Penebar  Swadaya. 
Yotania K,. 1984 Beberapa Aspek Biologi Callosobruchus maculatus FABRICATUS  (Coleoptera: Bruchidae) Pada tiga Varietas Kedelai (skripsi), Bogor, Jurusan HPT, Faperta,IPB




Komentar

Postingan Populer